Image Hosted by ImageShack.us
 

geboy inside:

Save on Pet Meds at PetCareChoice.com
get over £100 worth of Free vouchers

Friday, December 28, 2007
save animal: Animals welfare VS livestock industry
"Ethic, Profession & Legislation Aspect"

Kesejahteraan dapat diartikan sebagai kebahagiaan, kemakmuran, kecukupan dalam kesehatan atau keberhasilan (Moss 1992). Kesejahteraan ini melingkupi fisik dan mental sehingga terdapat banyak aspek yang dapat menilainya. Animal welfare atau kesejahteraan hewan dapat diartikan sebagai kondisi kecukupan dari aspek fisik dan mental (psikis) yang memperhatikan kebutuhan dasar hewan. Kesejahteraan hewan dalam peternakan adalah memperlakukan hewan ternak sebagaimana mestinya dari aspek fisis dan psikis hewan ternak serta layak dalam pemenuhan kebutuhan dasarnya. Kebutuhan dasar hewan dalam peternakan (Moss 1992) sebagai berikut :


1. Kondisi nyaman dan perlindungan yang layak.
2. Kecukupan air yang bersih dan pakan untuk menjaga kesehatan.
3. Kebebasan dalam bergerak.
4. Kebebasan untuk berinteraksi dengan hewan lain.
5. Kesempatan untuk beraktifitas sesuai dengan prilaku alaminya.
6. Pencahayaan yang cukup.
7. Lantai yang baik dan tidak rusak.
8. Pencegahan atau diagnosa berkala, pengobatan dari perlakuan yang buruk, perlukaan, infestasi parasit dan penyakit.
9. Pencegahan dari pemotongan yang tidak beralasan.

Perhatian terhadap kebutuhan dasar ini secara langsung menjadi bagian dari prinsip kesejahteraan hewan. Prinsip pelaksanaan kesejahteraan hewan menurut OIE (Office International des Epizootica) dapat diterapkan pada hewan yang diperuntukkan dalam peternakan. Kesejahteraan hewan dapat diterapkan pada peternakan dari hulu hingga hilir dimana hewan mendapat perlakuan. Hal ini membuat perlakuan harus mensejahterakan hewan ternak di dalam peternakan, pasar hewan, proses tranportasi hingga di rumah potong hewan. Proses mensejahterakan hewan ternak dari bagian hulu peternakan hingga bagian hilir (stable to table) sangat erat kaitannya dan terhubung dengan etika serta profesionalitas dokter hewan (WVA 1997).

Etika dan Profesionalitas Dokter Hewan.
Dokter hewan dalam menjalankan perannya dituntut memiliki etika dan profesionalitas. Etika dan profesionalitas ini masuk dalam profesi (profesio = pengakuan) yang didapat dokter hewan. Etika profesi adalah segala nilai yang dianggap baik dan buruk, salah atau benar yang berlaku untuk sekelompok orang dengan profesi yang sama atau kepentingan yang sama dan menjadi batasan-batasan bagi para anggota profesi tersebut dalam hal tindakan, perilaku dan sikapnya dalam menjalankan profesinya. Profesionalitas merupakan tindakan yang dilakukan oleh seseorang dalam menjalankan pekerjaannya, memenuhi stándar dan kaidah-kaidah keilmuan yang mempunyai kekuatan hukum dan dinyatakan dengan sertifikasi dan lisensi.

Beranjak dari definisi ini maka dokter hewan secara harfiah memiliki paham untuk mensejahterakan hewan. Hal ini disebabkan oleh tanggungjawab yang diemban oleh dokter hewan dalam membuat hewan menjadi sehat atau bebas dari rasa sakit, luka dan penyakit (bagian dari five freedom). Dasar dari tanggungjawab ini yang membuat peran dokter hewan menjadi vital dalam tindakan mensejahterakan hewan di peternakan.

Tindakan yang Termasuk Dalam Kesejahteraan Hewan di Peternakan.
Kegiatan dalam membuat hewan sejahteran di dalam peternakan terkadang menghadapi berbagai masalah. Masalah pokok dalam kesejahteraan hewan ternak yang sering ditemukan adalah :
  • Kandang yang ukurannya tidak mencukupi.
  • Kondisi kandang yang menjemukan.
  • Kurangnya kontak sosial/permainan/exercise.
  • Frustasi yang dicerminkan dengan berbagai tingkah laku seperti mandi debu, menggigit kandang dan membuat sarang.
  • Stimulasi yang berlebihan, misalnya kandang yang terlalu besar, mencampur hewan yang tidak sekawan dan suara ribut.
  • Breeding/masalah genetik/tekanan produksi sampai pada kelemahan teknologi
  • Kematian dini/penyakit/mutilasi.
  • Terpapar panas-hujan / kurangnya peneduh.
  • Metode pemeliharaan yang tidak manusiawi, misalnya force feeding, sapi glonggong.
  • Masalah selama transportasi, misalnya stress dan luka.
  • Masalah akibat penanganan, misalnya kasar.
  • Penyembelihan, misalnya tukang potong yang tidak ahli, metode pemotongan yang tidak manusiawi.
Masalah-masalah pokok ini secara garis besar dapat diperbaiki dengan memperhatikan kriteria penilaian kesejahteraan hewan. The Royal Society for Prevention of Cruelty to Animals (RSPCA) di United Kingdom percaya bahwa kesejahteraan pada hewan ternak dapat dipenuhi melalui pemenuhan lima kebebasan. Lima kebebasan (five freedom) diantaranya freedom from hunger and thirst (bebas dari lapar dan haus), freedom from discomfort (bebas dari ketidaknyamanan), freedom from pain, injury, and disease (bebas dari sakit dan penyakit), freedom from fear and distress (bebas dari takut dan tertekan) dan freedom to express normal behavior (bebas melakukan prilaku normal).

Berdasar dari five freedom tersebut maka masalah-masalah pokok kesejahteraan hewan dapat diatasi dengan tindakan seperti :

1. Perbaikan manajemen kandang.
Perbaikan manajemen kandang akan membuat hewan menjadi nyaman, tidak tertekan dan tidak takut. Hewan ternak akan tercukupi karena kondisi lantai yang baik, bahan perkandangan tidak melukai, penerangan yang nyaman, sanitasi yang baik (udara dan air bersih), pakan yang sehat, suhu dan kelembapan yang sesuai, pengelompokan umur yang sesuai dan kepadatan yang sesuai.

2. Perbaikan manajemen kesehatan.
Perbaikan manajemen kesehatan ini akan memberi kesehatan optimum dari hewan ternak karena program pemeriksaan berkala, pengobatan dan pemberian nutrisi yang cukup.

3. Perbaikan prilaku alami hewan.
Prilaku alami hewan ternak bisa teraktualisasikan jika terdapat ruang yang cukup, adanya kesempatan, tidak tersakiti dan tidak terganggu.

4. Perbaikan penanganan penyakit.
Dalam penanganan wabah penyakit pada hewan ternak terkadang dalam pemusnahan masal hewan yang terjangkit penyakit dilakukan tidak dengan manusiawi. Hewan yang terjangkit penyakit sebisa mungkin dalam memusnahkannya, hewan ternak tidak merasakan sakit. Hewan yang sakit selayaknya mendapat pemeriksaan, pengkontrolan, dan pengobatan.

Perbaikan di atas tentu masih dapat dinilai pelaksanaannya berdasarkan kriteria yang sesuai. Adapun penilaian pelaksanaan animal welfare dalam peternakan seperti tabel di bawah ini.

Tabel 1. Kriteria Penilaian Pelaksanaan Animal Welfare Berdasarkan 5 Freedom.

Aspek

Parameter

Rasa haus dan lapar (hunger and thirst)

Kebutuhan pakan

Kondisi tubuh

Ketidaknyamanan (discomfort)

Kualitas udara

Kuantitas udara

Suhu kandang

Kondisi fisiologis

Intensitas cahaya

Aktivitas

Sakit dan kesakitan (pain, injury, and disease)

Program pengendalian penyakit

Seleksi genetic

Mutilasi

Sarana pemeliharaan kesehatan

Euthanasia

Biosekuriti

Fasilitas pengobatan

Rasa takut dan tertekan (fear and distress)

Prilaku pengelola

Kontrol predator

Peralatan dan kepadatan ternak

Ekspresi prilaku alamiah (express normal behaviour)

Kebutuhan biologis/reproduksi

Kehidupan social

Kompetisi

Kepadatan ternak


Kesejahteraan pada hewan ternak akan memberi manfaat bagi kwalitas hidup hewan ternak maupun manusia itu sendiri. Hewan ternak yang memiliki kwalitas hidup yang baik maka dari peternakan akan diperoleh produk peternakan yang berkwalitas pula. Produk peternakan yang berkwalitas akan membawa pengaruh positif bagi kwalitas hidup manusia.

Kesejahteraan Hewan Versus Livestock Industri
Pembangunan peternakan tidak akan lepas dari upaya industrialisasi peternakan. Industrialisasi akan mendekatkan pada aspek komersialitas sehingga akan memunculkan paham profit oriented. Usaha peternakan (peternakan kecil hingga industri) akan berupaya mengeksploitasi hewan demi keuntungan. Produktifitas dan efisiensi seakan menjadi landasan untuk kemajuan pembangunan peternakan. Beberapa paham kesejahteraan hewan percaya bahwa hewan seharusnya tidak untuk dieksploitasi dengan berbagai cara. Pandangan ini jelas akan menimbulkan pertanyaan ”apakah aplikasi kesejahteraan hewan dalam peternakan dapat memberi keuntungan yang sama pada cara peternakan dengan eksploitasi hewan secara berlebihan?”, jawabannya tentu saja bisa bahkan dapat lebih.

Peternakan yang memperhatikan aspek kesejahteraan hewan tentu akan membutuhkan modal yang cukup besar. Kondisi kandang, sanitasi kandang, sumber air, pakan yang baik untuk kesehatan, lingkungan sekitar kandang, suhu lingkungan, kelembapan lingkungan, kepadatan ternak sampai pada tingkat kebisingan harus diperhatikan. Perihal inilah yang mungkin menjadi dilema dalam pembangunan peternakan di Indonesia. Penyertaan modal yang besar dalam pendirian peternakan yang menerapkan aspek kesejahteraan hewan masih menjadi alasan utama kebanyakan peternak untuk menghindari prinsip animal welfare di peternakan mereka.

Kondisi demikian harus diperhatikan oleh pemerintah dengan niat politik (political will) untuk menerapkan prinsip animal welfare di peternakan. Niat politik ini dapat berupa Undang-Undang atau peraturan lainnya.

Legislasi Animal Welfare
Aspek legislasi merupakan penyelaras dalam pelaksanaan kesejahteraan pada hewan ternak. United Kingdom (Inggris) sadar bahwa dengan penguatan di bidang legislasi akan memberi pengaruh yang nyata pada aplikasi kesejahteraan pada hewan ternak. Pada tahun 1911, Inggris mulai mengumpulkan aturan tentang perlindungan hewan dari tahun 1786 (The Knackers Act Scct. 4) sampai tahun 1907 (The Injured Animals Act) untuk dijadikan hukum negara. Hukum negara tentang perlindungan hewan ini dikenal dengan Protection of Animals Act 1911. Kesadaran akan kebutuhan terhadap hukum ini membuat perkembangan yang baik terhadap kesejahteraan pada hewan ternak hingga kini. Kesadaran muncul dengan dilakukan perubahan dan perbaikan terhadap undang-undang yang telah ada. Adapun hasilnya adalah sebagai berikut :

1. Agriculture Act 1968 Part 1 ”Welfare of Livestock”.
2. The Walfare of Livestock Regulations 1978.
3. The Walfare of Livestock Regulations 1987

Legislasi tentang kesejahteraan hewan dalam sektor peternakan di Indonesia masih jauh dari harapan. Sejak tahun 1967, legislasi berupa Undang-Undang (UU) No. 6 Tahun 1967 tetang Peternakan dan Kesehatan Hewan yang menjelaskan kesejahteraan hewan belum juga terdapat perubahan yang berarti. Undang-Undang yang telah mengamanatkan pelaksanaan kesejahteraan hewan hingga kini belum diatur pelaksanaanya. Aturan pelaksanaan kesejahteraan hewan seperti Peraturan Pemerintah (PP) belum terdapat hingga kini sehingga dirasa pelaksanaanya belum jelas. Tidak terdapatnya PP sebagai aturan pelaksana maka akan sulit bagi masyarakat untuk menterjemahkan aturan tentang kesejahteraan hewan. Hal ini tentunya menjadi masalah dalam aplikasi kesejahteraan pada hewan ternak. Banyak sikap yang telah disampaikan untuk memperbaiki kondisi ini seperti pada Musyawarah Nasional Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia (PDHI) tahun 2001 di Bali yang menghasilkan beberapa rekomendasi. Rekomendasi PDHI terkait dengan kesejahteraan hewan seperti :

1. Mendorong pemerintah segera mengeluarkan PP tentang Kesejahteraan hewan.
2. Menyarankan kepada Menteri Pertanian untuk membentuk 2 komisi yakni, komisi kesejahteraan hewan dan komisi etika hewan.
3. Menyampaikan draf PP kesejahteraan hewan.

Pemerintah sudah saatnya memperhatikan dengan serius permasalahan kesejahteraan pada hewan ternak. Hal ini merupakan isu global yang harus diantisipasi dengan tindakan nyata. Bila isu global ini (animal welfare) tidak diantisipasi dengan baik dan tidak dipecahkan permasalahanya maka akan membuat implikasi ditolaknya pruduk peternakan Indonesia di pasar global.

Pemerintah harus membuat keputusan tentang badan atau lembaga pemerintah mana yang bertanggungjawab dalam menjawab permasalahan kesejahteraan hewan. Perihal yang baik tampak pada regulasi yang berlaku di Swiss. Pemerintahan Swiss memiliki badan yang bertanggungjawab pada segala permasalahan tentang kesehatan hewan termasuk kesejahteraan hewan. Badan ini dikenal dengan nama Federal Veterinary Office (FVO). Indonesia sudah selayaknya memiliki badan otoritas serupa yang berwenang terhadap permasalahan kesehatan hewan termasuk kesejahteraan hewan. Badan otoritas ini harus memiliki payung hukum dan aturan pelaksanaan yang terstruktur dengan baik sehingga diharapkan dapat berfungsi dengan baik dalam menjamin pelaksanaan yang baik terhadap kesejahteraan hewan ternak.

Oleh :
Agung S. Mukti

Labels: ,

posted by ali maftuh,DVM @ 1:32 PM  
0 Comments:
Post a Comment
<< Home
 
Google
 
About Me


Name: ali maftuh,DVM
Home: Tubanopolitan, East-Java, Indonesia
See my complete profile

myPetSally

Save 80% on pet medications

Pet-Supermarket.co.uk

Veterinary Journal
PubMed J.VetSci JVB BMC VetPathol ScienceDirect JVDI JVME JVMS JEVS AVJ
------------------
===PDF to WORD===
Veterinary e-books

vet4arab.co.cc

aahanet.org

aahanet.org

Previous Post
Powered by

BLOGGER

Add to Technorati Favorites