Image Hosted by ImageShack.us
 

geboy inside:

Save on Pet Meds at PetCareChoice.com
get over £100 worth of Free vouchers

Friday, December 28, 2007
save animal: Animals welfare VS livestock industry
"Ethic, Profession & Legislation Aspect"

Kesejahteraan dapat diartikan sebagai kebahagiaan, kemakmuran, kecukupan dalam kesehatan atau keberhasilan (Moss 1992). Kesejahteraan ini melingkupi fisik dan mental sehingga terdapat banyak aspek yang dapat menilainya. Animal welfare atau kesejahteraan hewan dapat diartikan sebagai kondisi kecukupan dari aspek fisik dan mental (psikis) yang memperhatikan kebutuhan dasar hewan. Kesejahteraan hewan dalam peternakan adalah memperlakukan hewan ternak sebagaimana mestinya dari aspek fisis dan psikis hewan ternak serta layak dalam pemenuhan kebutuhan dasarnya. Kebutuhan dasar hewan dalam peternakan (Moss 1992) sebagai berikut :


1. Kondisi nyaman dan perlindungan yang layak.
2. Kecukupan air yang bersih dan pakan untuk menjaga kesehatan.
3. Kebebasan dalam bergerak.
4. Kebebasan untuk berinteraksi dengan hewan lain.
5. Kesempatan untuk beraktifitas sesuai dengan prilaku alaminya.
6. Pencahayaan yang cukup.
7. Lantai yang baik dan tidak rusak.
8. Pencegahan atau diagnosa berkala, pengobatan dari perlakuan yang buruk, perlukaan, infestasi parasit dan penyakit.
9. Pencegahan dari pemotongan yang tidak beralasan.

Perhatian terhadap kebutuhan dasar ini secara langsung menjadi bagian dari prinsip kesejahteraan hewan. Prinsip pelaksanaan kesejahteraan hewan menurut OIE (Office International des Epizootica) dapat diterapkan pada hewan yang diperuntukkan dalam peternakan. Kesejahteraan hewan dapat diterapkan pada peternakan dari hulu hingga hilir dimana hewan mendapat perlakuan. Hal ini membuat perlakuan harus mensejahterakan hewan ternak di dalam peternakan, pasar hewan, proses tranportasi hingga di rumah potong hewan. Proses mensejahterakan hewan ternak dari bagian hulu peternakan hingga bagian hilir (stable to table) sangat erat kaitannya dan terhubung dengan etika serta profesionalitas dokter hewan (WVA 1997).

Etika dan Profesionalitas Dokter Hewan.
Dokter hewan dalam menjalankan perannya dituntut memiliki etika dan profesionalitas. Etika dan profesionalitas ini masuk dalam profesi (profesio = pengakuan) yang didapat dokter hewan. Etika profesi adalah segala nilai yang dianggap baik dan buruk, salah atau benar yang berlaku untuk sekelompok orang dengan profesi yang sama atau kepentingan yang sama dan menjadi batasan-batasan bagi para anggota profesi tersebut dalam hal tindakan, perilaku dan sikapnya dalam menjalankan profesinya. Profesionalitas merupakan tindakan yang dilakukan oleh seseorang dalam menjalankan pekerjaannya, memenuhi stándar dan kaidah-kaidah keilmuan yang mempunyai kekuatan hukum dan dinyatakan dengan sertifikasi dan lisensi.

Beranjak dari definisi ini maka dokter hewan secara harfiah memiliki paham untuk mensejahterakan hewan. Hal ini disebabkan oleh tanggungjawab yang diemban oleh dokter hewan dalam membuat hewan menjadi sehat atau bebas dari rasa sakit, luka dan penyakit (bagian dari five freedom). Dasar dari tanggungjawab ini yang membuat peran dokter hewan menjadi vital dalam tindakan mensejahterakan hewan di peternakan.

Tindakan yang Termasuk Dalam Kesejahteraan Hewan di Peternakan.
Kegiatan dalam membuat hewan sejahteran di dalam peternakan terkadang menghadapi berbagai masalah. Masalah pokok dalam kesejahteraan hewan ternak yang sering ditemukan adalah :
  • Kandang yang ukurannya tidak mencukupi.
  • Kondisi kandang yang menjemukan.
  • Kurangnya kontak sosial/permainan/exercise.
  • Frustasi yang dicerminkan dengan berbagai tingkah laku seperti mandi debu, menggigit kandang dan membuat sarang.
  • Stimulasi yang berlebihan, misalnya kandang yang terlalu besar, mencampur hewan yang tidak sekawan dan suara ribut.
  • Breeding/masalah genetik/tekanan produksi sampai pada kelemahan teknologi
  • Kematian dini/penyakit/mutilasi.
  • Terpapar panas-hujan / kurangnya peneduh.
  • Metode pemeliharaan yang tidak manusiawi, misalnya force feeding, sapi glonggong.
  • Masalah selama transportasi, misalnya stress dan luka.
  • Masalah akibat penanganan, misalnya kasar.
  • Penyembelihan, misalnya tukang potong yang tidak ahli, metode pemotongan yang tidak manusiawi.
Masalah-masalah pokok ini secara garis besar dapat diperbaiki dengan memperhatikan kriteria penilaian kesejahteraan hewan. The Royal Society for Prevention of Cruelty to Animals (RSPCA) di United Kingdom percaya bahwa kesejahteraan pada hewan ternak dapat dipenuhi melalui pemenuhan lima kebebasan. Lima kebebasan (five freedom) diantaranya freedom from hunger and thirst (bebas dari lapar dan haus), freedom from discomfort (bebas dari ketidaknyamanan), freedom from pain, injury, and disease (bebas dari sakit dan penyakit), freedom from fear and distress (bebas dari takut dan tertekan) dan freedom to express normal behavior (bebas melakukan prilaku normal).

Berdasar dari five freedom tersebut maka masalah-masalah pokok kesejahteraan hewan dapat diatasi dengan tindakan seperti :

1. Perbaikan manajemen kandang.
Perbaikan manajemen kandang akan membuat hewan menjadi nyaman, tidak tertekan dan tidak takut. Hewan ternak akan tercukupi karena kondisi lantai yang baik, bahan perkandangan tidak melukai, penerangan yang nyaman, sanitasi yang baik (udara dan air bersih), pakan yang sehat, suhu dan kelembapan yang sesuai, pengelompokan umur yang sesuai dan kepadatan yang sesuai.

2. Perbaikan manajemen kesehatan.
Perbaikan manajemen kesehatan ini akan memberi kesehatan optimum dari hewan ternak karena program pemeriksaan berkala, pengobatan dan pemberian nutrisi yang cukup.

3. Perbaikan prilaku alami hewan.
Prilaku alami hewan ternak bisa teraktualisasikan jika terdapat ruang yang cukup, adanya kesempatan, tidak tersakiti dan tidak terganggu.

4. Perbaikan penanganan penyakit.
Dalam penanganan wabah penyakit pada hewan ternak terkadang dalam pemusnahan masal hewan yang terjangkit penyakit dilakukan tidak dengan manusiawi. Hewan yang terjangkit penyakit sebisa mungkin dalam memusnahkannya, hewan ternak tidak merasakan sakit. Hewan yang sakit selayaknya mendapat pemeriksaan, pengkontrolan, dan pengobatan.

Perbaikan di atas tentu masih dapat dinilai pelaksanaannya berdasarkan kriteria yang sesuai. Adapun penilaian pelaksanaan animal welfare dalam peternakan seperti tabel di bawah ini.

Tabel 1. Kriteria Penilaian Pelaksanaan Animal Welfare Berdasarkan 5 Freedom.

Aspek

Parameter

Rasa haus dan lapar (hunger and thirst)

Kebutuhan pakan

Kondisi tubuh

Ketidaknyamanan (discomfort)

Kualitas udara

Kuantitas udara

Suhu kandang

Kondisi fisiologis

Intensitas cahaya

Aktivitas

Sakit dan kesakitan (pain, injury, and disease)

Program pengendalian penyakit

Seleksi genetic

Mutilasi

Sarana pemeliharaan kesehatan

Euthanasia

Biosekuriti

Fasilitas pengobatan

Rasa takut dan tertekan (fear and distress)

Prilaku pengelola

Kontrol predator

Peralatan dan kepadatan ternak

Ekspresi prilaku alamiah (express normal behaviour)

Kebutuhan biologis/reproduksi

Kehidupan social

Kompetisi

Kepadatan ternak


Kesejahteraan pada hewan ternak akan memberi manfaat bagi kwalitas hidup hewan ternak maupun manusia itu sendiri. Hewan ternak yang memiliki kwalitas hidup yang baik maka dari peternakan akan diperoleh produk peternakan yang berkwalitas pula. Produk peternakan yang berkwalitas akan membawa pengaruh positif bagi kwalitas hidup manusia.

Kesejahteraan Hewan Versus Livestock Industri
Pembangunan peternakan tidak akan lepas dari upaya industrialisasi peternakan. Industrialisasi akan mendekatkan pada aspek komersialitas sehingga akan memunculkan paham profit oriented. Usaha peternakan (peternakan kecil hingga industri) akan berupaya mengeksploitasi hewan demi keuntungan. Produktifitas dan efisiensi seakan menjadi landasan untuk kemajuan pembangunan peternakan. Beberapa paham kesejahteraan hewan percaya bahwa hewan seharusnya tidak untuk dieksploitasi dengan berbagai cara. Pandangan ini jelas akan menimbulkan pertanyaan ”apakah aplikasi kesejahteraan hewan dalam peternakan dapat memberi keuntungan yang sama pada cara peternakan dengan eksploitasi hewan secara berlebihan?”, jawabannya tentu saja bisa bahkan dapat lebih.

Peternakan yang memperhatikan aspek kesejahteraan hewan tentu akan membutuhkan modal yang cukup besar. Kondisi kandang, sanitasi kandang, sumber air, pakan yang baik untuk kesehatan, lingkungan sekitar kandang, suhu lingkungan, kelembapan lingkungan, kepadatan ternak sampai pada tingkat kebisingan harus diperhatikan. Perihal inilah yang mungkin menjadi dilema dalam pembangunan peternakan di Indonesia. Penyertaan modal yang besar dalam pendirian peternakan yang menerapkan aspek kesejahteraan hewan masih menjadi alasan utama kebanyakan peternak untuk menghindari prinsip animal welfare di peternakan mereka.

Kondisi demikian harus diperhatikan oleh pemerintah dengan niat politik (political will) untuk menerapkan prinsip animal welfare di peternakan. Niat politik ini dapat berupa Undang-Undang atau peraturan lainnya.

Legislasi Animal Welfare
Aspek legislasi merupakan penyelaras dalam pelaksanaan kesejahteraan pada hewan ternak. United Kingdom (Inggris) sadar bahwa dengan penguatan di bidang legislasi akan memberi pengaruh yang nyata pada aplikasi kesejahteraan pada hewan ternak. Pada tahun 1911, Inggris mulai mengumpulkan aturan tentang perlindungan hewan dari tahun 1786 (The Knackers Act Scct. 4) sampai tahun 1907 (The Injured Animals Act) untuk dijadikan hukum negara. Hukum negara tentang perlindungan hewan ini dikenal dengan Protection of Animals Act 1911. Kesadaran akan kebutuhan terhadap hukum ini membuat perkembangan yang baik terhadap kesejahteraan pada hewan ternak hingga kini. Kesadaran muncul dengan dilakukan perubahan dan perbaikan terhadap undang-undang yang telah ada. Adapun hasilnya adalah sebagai berikut :

1. Agriculture Act 1968 Part 1 ”Welfare of Livestock”.
2. The Walfare of Livestock Regulations 1978.
3. The Walfare of Livestock Regulations 1987

Legislasi tentang kesejahteraan hewan dalam sektor peternakan di Indonesia masih jauh dari harapan. Sejak tahun 1967, legislasi berupa Undang-Undang (UU) No. 6 Tahun 1967 tetang Peternakan dan Kesehatan Hewan yang menjelaskan kesejahteraan hewan belum juga terdapat perubahan yang berarti. Undang-Undang yang telah mengamanatkan pelaksanaan kesejahteraan hewan hingga kini belum diatur pelaksanaanya. Aturan pelaksanaan kesejahteraan hewan seperti Peraturan Pemerintah (PP) belum terdapat hingga kini sehingga dirasa pelaksanaanya belum jelas. Tidak terdapatnya PP sebagai aturan pelaksana maka akan sulit bagi masyarakat untuk menterjemahkan aturan tentang kesejahteraan hewan. Hal ini tentunya menjadi masalah dalam aplikasi kesejahteraan pada hewan ternak. Banyak sikap yang telah disampaikan untuk memperbaiki kondisi ini seperti pada Musyawarah Nasional Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia (PDHI) tahun 2001 di Bali yang menghasilkan beberapa rekomendasi. Rekomendasi PDHI terkait dengan kesejahteraan hewan seperti :

1. Mendorong pemerintah segera mengeluarkan PP tentang Kesejahteraan hewan.
2. Menyarankan kepada Menteri Pertanian untuk membentuk 2 komisi yakni, komisi kesejahteraan hewan dan komisi etika hewan.
3. Menyampaikan draf PP kesejahteraan hewan.

Pemerintah sudah saatnya memperhatikan dengan serius permasalahan kesejahteraan pada hewan ternak. Hal ini merupakan isu global yang harus diantisipasi dengan tindakan nyata. Bila isu global ini (animal welfare) tidak diantisipasi dengan baik dan tidak dipecahkan permasalahanya maka akan membuat implikasi ditolaknya pruduk peternakan Indonesia di pasar global.

Pemerintah harus membuat keputusan tentang badan atau lembaga pemerintah mana yang bertanggungjawab dalam menjawab permasalahan kesejahteraan hewan. Perihal yang baik tampak pada regulasi yang berlaku di Swiss. Pemerintahan Swiss memiliki badan yang bertanggungjawab pada segala permasalahan tentang kesehatan hewan termasuk kesejahteraan hewan. Badan ini dikenal dengan nama Federal Veterinary Office (FVO). Indonesia sudah selayaknya memiliki badan otoritas serupa yang berwenang terhadap permasalahan kesehatan hewan termasuk kesejahteraan hewan. Badan otoritas ini harus memiliki payung hukum dan aturan pelaksanaan yang terstruktur dengan baik sehingga diharapkan dapat berfungsi dengan baik dalam menjamin pelaksanaan yang baik terhadap kesejahteraan hewan ternak.

Oleh :
Agung S. Mukti

Labels: ,

» Read more: save animal: Animals welfare VS livestock industry...
posted by ali maftuh,DVM @ 1:32 PM   0 comments
Saturday, December 22, 2007
papervet: Toxoplasmosis
TOXOPLASMOSIS
Oleh: Drh. Sri Murwani, M.P.

Toxoplasmosis merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh toxoplasma, suatu protozoa parasitik yang bersifat obligate intracellular. Toxoplasmosis cukup familiar dan menyebabkan fobia masyarakat Indonesia karena terkenal dapat menyebabkan kelainan bawaan (kongenital) pada bayi-bayi yang lahir dari ibu terinfeksi toxoplasma yang telah dikenal dapat menyebabkan kelainan kongenital. Toxoplasmosis bersifat zoonosis, karena dapat menyebabkan penyakit baik pada hewan maupun manusia. Di dunia, toxoplasmosis merupakan penyakit infeksi parasit yang paling sering terjadi pada manusia, tetapi jarang menimbulkan penyakit serius, karena biasanya bersifat self limited pada individu sehat. Gondii merupakan satu-satunya spesies toxoplasma, sehingga disebut Toxoplasma gondii. Kucing merupakan hospes primernya dan merupakan sumber utama penyakit.


Siklus hidup toxoplasma ada dua fase, yaitu fase intestinal dan ekstraintestinal. Fase intestinal hanya terjadi dalam intestinum kucing. Enzim pencernaan dihasilkan toxoplasma untuk menembus dinding intestinum. Reproduksi parasit menghasilkan berjuta-juta oocyst yang tidak infeksius, yang akan diekskresikan bersama feses. Di luar tubuh kucing, oocyst mengalami sporulasi (sporogony) yang terjadi paling lama 21 hari, dan menghasilkan oocyst infeksius. Pada daerah dengan suhu panas dan kelembaban tinggi, oocyst dapat tahan hidup sampai satu tahun. Fase ekstraintestinal dapat terjadi pada semua hewan atau manusia yang terinfeksi. Pada fase ini, bentuk tachyzoite (trophozoite) dapat menyebar ke berbagai organ melalui sirkulasi. Dalam jaringan akan berubah menjadi zoithocyste (bradyzoite) yang dapat menjadi persisten selama hidup, menjadi bentuk infeksi khornik atau laten.

Penyebaran toxoplasma dapat melalui berbagai cara. Oocyst feses kucing dapat menginfeksi peroral melalui makanan atau minuman yang tercemar, infeksi secara langsung melalui tangan yang tercemar, atau perinhalasi. Stadium trophozoite dapat ditemukan pada sistem sirkulasi, sehingga dapat menyebar melalui transfusi darah, transplantasi organ, air liur, air susu. Pada stadium bradyzoit, toxoplasma dapat menyebar melalui makan daging yang kurang matang atau melalui transplantasi organ. Toxoplasma dapat juga ditularkan secara vertikal dari ibu ke fetusnya (transplasental).

Gejala toxoplasmosis timbul terutama pada individu/hewan yang mengalami gangguan sistem kekebalan tubuh, tetapi tidak patognomonik, sehingga dapat menyulitkan diagnosa. Pada individu immunocompromised, toxoplasmosis biasanya dapat menjadi fatal dan dapat menyebabkan kematian, karena menyerang berbagai organ-organ penting. Manifestasi klinis tergantung pada organ yang terinfeksi, misalnya saluran nafas pneumonia, bronchitis, laryngitis (batuk-batuk, sesak nafas), hepatitis (muntah, diare, joundice), jantung (sakit dada, sesak nafas), sistem saraf (inkoordinasi, retardasi mental), dll.

Infeksi aktif pada ibu hamil, dapat menyebabkan abortus atau kelainan kongenital pada bayinya. Infeksi pada trismester 1 atau 2 jarang terjadi, tetapi menimbulkan gejala yang paling berat. Kehamilan dapat mengalami abortus atau bayi lahir premature. Sebanyak 75% bayi lahir tanpa gejala, tetapi penyakit tetap bersifat progresif apabila tidak diterapi; 17% terlihat gejala hydrocephalus, khorioretinitis, pengapuran intrakranial; 8% mengalami kerusakan sistem saraf pusat, dan anak mengalami retardasi mental dan fisik. Infeksi toxoplasma pada trismester 3 paling sering terjadi, dan gejalanya sangat ringan atau tidak menimbulkan gejala yang berarti. Wanita muda yang pernah terinfeksi sebelum hamil tidak akan menularkan toxoplasma ke fetusnya apabila hamil, kecuali apabila pada titer antibodinya ditemukan titer tinggi IgM (bukan IgG). Pada individu yang pernah terinfeksi toxoplasma akan memperoleh long-live immunity terhadap reinfeksi, kecuali pada individu immunocompromised, toxoplasmosis dapat menjadi laten.

Diagnosa toxoplasma sulit ditentukan apabila hanya berdasar gejala klinis, karena gejalanya sering mirip dengan gejala penyakit lainnya (non-patognomonik). Gold standard diagnosis untuk toxoplasmosis sampai sekarang adalah pengukuran titer antibodi. Ditemukannya IgM merupakan petanda infeksi akut, baru saja terjadi dan merupakan bentuk infeksi aktif. IgG merupakan petanda infeksi telah berlangsung lama atau khronis. Biopsi jaringan kadang dilakukan untuk menemukan oocyst, tetapi hal ini sulit, dapat menimbulkan rasa sakit dan komplikasi. Pemeriksaan cairan amnion, dapat membantu resiko terinfeksinya fetus pada ibu yang didiagnosa positif terinfeksi, tetapi hal ini tidak dianjurkan karena dapat menimbulkan komplikasi. Riwayat penyakit dan riwayat pengobatan kadang membantu diagnosa.

Beberapa metode pencegahan terhadap infeksi yang dianjurkan, antara lain:
1. Memasak bahan makanan dengan benar. Pemanasan pada suhu 700C selama 15- 30 menit dapat mematikan oocyst
2. Pengasapan, pengasaman, pengasinan makanan tidak dapat mematikan kista
3. Lalapan sebaiknya dicuci terlebih dahulu sebelum dimakan
4. Cuci tangan sebelum makan
5. Pemeliharaan kucing secara baik: buang/bakar kotoran sebelum kista mengalami sporulasi (sebelum 4 hari); bakar semua barang terkontaminasi kista
6. Pendonor darah/organ sebaiknya dilakukan screening test untuk toxoplasma
7. Dilakukan pemeriksaan serologis pada wanita yang merencanakan hamil
8. Hewan atau individu yang terlihat sakit sebaiknya segera dibawa ke dokter hewan/dokter.

Untuk terapi, obat yang biasanya dipergunakan adalah pyrimethamine yang dikombinasi dengan preparat sulfa. Obat tersebut toksik untuk kucing, sehingga biasanya diberikan dalam dosis kecil. Asam folat atau multivitamin dapat diberikan untuk memperbaiki kondisi tubuh. Kortikosteroid kadang diberikan dengan dosis yang sesuai, untuk menurunkan reaksi inflamasi. Obat lain yang sering digunakan adalah spiramisin, klindamisin.(KORAN PDHI)

Labels: ,

» Read more: papervet: Toxoplasmosis...
posted by ali maftuh,DVM @ 12:13 PM   0 comments
Friday, December 14, 2007
save animal: Global warming & animal diseases
Global warming & animal diseases

“As a result of globalization and climate change we are currently facing an unprecedented worldwide impact of emerging and re-emerging animal diseases and zoonoses - animal diseases transmissible to humans. Improving the governance of animal health systems in both the public and private sector is the most effective response to this alarming situation”


--Dr. Bernard Vallat (OIE Director General)

Labels: ,

» Read more: save animal: Global warming & animal diseases...
posted by ali maftuh,DVM @ 11:20 PM   0 comments
Monday, December 10, 2007
save animal: Sudahkah disiapkan tempat pengungsian beruang
Sudahkah disiapkan tempat pengungsian beruang

Nusa Dua, BALI INDONESIA, Beruang kutub
Greenpeace hadir dengan Termometer raksasa berukuran 6.7 meter dengan banner yang bertuliskan "Don`t Cook The climate" (Jangan membunug iklim) di saat yang sama pembukaan konferensi perubahan iklim (UNFCCC) di Bali, Indonesia. Termometer ini akan memperingatkan bahwa suhu bumi harus berada jauh di bawah 2 dereajat celcius dan sebisa mungkin menjauhkan bumi dari bencana. Termometer ini akan berdiri hingga konferensi ini selesai.


Aksi greenpeace ini menjailkan pikiran saya, jika manusia sudah mulai ancang-ancang pindah planet yang pantas huni seperti mars, Jupiter, venus, bulan, atau yang paling anyar diketahui planet yang mirip bumi (earth-like planet) yang berada di luar tata surya dengan jarak dari bumi sekitar 200 triliun kilometer atau 20,5 tahun cahaya, dari beberapa kemiripan planet ini di gadang-gadang bisa dijadikan alternatif mengungsi manusia paling pantas dari bumi, namun siapa yang peduli dengan beruang ini yang notabene-nya lebih dulu merasakan kehancuran habitatnya akibat memanasnya bumi, apakah telah disediakan tempat baginya untuk mengungsi??
hahaha..., becanda denk!!!

Labels: ,

» Read more: save animal: Sudahkah disiapkan tempat pengungsian beruang...
posted by ali maftuh,DVM @ 10:15 PM   0 comments
Sunday, December 09, 2007
save animal: Satwa dalam kandang tidak sejahtera
Satwa dalam kandang tidak sejahtera

Malang,2 Desember 2007 - Sebanyak 90 persen satwa yang dipelihara di taman satwa berada dalam kondisi di bawah standar animal welfare atau kesejahteraan binatang. Demikian hasil survei dari Indonesia Society for Animal Welfare atau ISAW terhadap sejumlah taman satwa di Jawa Timur termasuk di Malang.

“Survei ISAW menunjukkan bahwa 90 persen satwa yang dipelihara di taman satwa dalam kondisi di bawah standar animal welfare. Untuk itu diperlukan pemahaman lebih jauh mengenai standar animal welfare ini terhadap petugas agar bisa mengontrol dan memberikan masukan terhadap pengelolaan satwa,” ujar Direktur ISAW, drh BQ Erni Nurhidayati, Minggu (2/12) sebagaimana disampaikan dalam siaran persnya.

Animal welfare atau kesejahteraan binatang memiliki parameter yang biasa disebut five of freedom. Lima kebebasan itu adalah satwa bebas dari haus dan lapar, satwa bebas dari sakit rasa sakit dan penyakit, satwa bebas dari perlakuan tidak layak dan fasilitas yang tidak nyaman, satwa bebas dari rasa takut dan stres, serta satwa bebas mengekspresikan perilaku alaminya. “Yang sering dilakukan di taman-taman satwa adalah mereka hanya memenuhi kebutuhan satwa berupa makan dan minum saja. Yang lainnya tidak,” ujar Ketua ProFauna, Rosek Nursahid menambahkan.

Misalnya saja primata Owa Jawa, menurut Rosek memiliki perilaku alami berupa hidup di alam luas sehingga bisa bergelayutan dari satu pohon ke dahan pohon lainnya. Namun seringkali Owa dipelihara dalam kandang yang terlalu kecil, sehingga Owa tersebut tidak bebas bergelantungan. “Kalau kehidupan binatang tidak lagi memenuhi animal welfare, maka yang terjadi adalah mereka akn menjadi stres. Kondisi ini merupakan ciri mudah mengetahui bahwa binatang ini tidak sejahtera,” ujar Rosek.

Jika sedang stres, biasanya binatang mengekspresikannya dengan menjilati dinding kandang, berjalan mondar-mandir di dalam kandang tanpa alasan jelas, serta memakan kembali makanan yang telah dimuntahkannya. “Untuk itulah pentingnya didakan pelatihan tentang animal welfare untuk para petugas Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA), petugas taman nasional, dan taman-taman satwa agar standar animal welfare ini tetap terjaga,” ujar Rosek.

Pada 1-3 Desember 2007 ini di Petungsewu Wildlife Education Center (P-WEC) Malang, ISAW dan ProFauna mengadakan pelatihan animal welfare tersebut terhadap 125 petugas. Mereka terdiri dari petugas BKSDA, Taman Nasional Meru Betiri, Taman Nasional Bromo Tengger Semeru, Tahura Suryo, dan sebagainya.

Berdasar data ISAW dan ProFauna, saat ini di Jawa Timur terdapat sekitar 10 taman satwa baik yang legal maupun illegal. Di Malang sendiri terdapat 3 tempat wisata yang mengoleksi satwa liar seperti Taman Rekreasi Sengkaling, Taman Rekreasi Kota Malang (Tarekot), dan Jatim Park. “Dengan rendahnya standar animal welfare yang ada di kebun binatang atau taman satwa, Departemen Kehutanan harus melakukan moratorium atau penghentian sementara penambahan taman satwa baru. Moratorium juga meliputi pelarangan penambahan satwa baru untuk taman satwa yang standarnya buruk,” ujar Rosek.

Reporter : Dahlia Irawati (Kompas)
Source : kompas.com

Labels: ,

» Read more: save animal: Satwa dalam kandang tidak sejahtera...
posted by ali maftuh,DVM @ 8:12 AM   0 comments
back to back: Rumus keberhasilan optimal (Peak Performance)
Rumus keberhasilan optimal (Peak Performance)

Langkah Pertama dari rumus ini adalah Mengetahui apa yang ingin dihasilkan, yaitu menentukan dengan tepat apa yang diinginkan. Tidak ada Orang malas, Mereka hanya memiliki tujuan yang impoten yaitu tujuan yang tidak mengilhami mereka.

Langkah Kedua adalah bertindak kecuali kalau Anda menginginkan itu tetap tinggal sebagai mimpi. Anda harus memilih jenis tindakan yang diyakini mempunyai kemungkinan terbesar dapat menghasilkan apa yang diinginkan. Tindakan yang dilakukan tidak selalu menghasilkan apa yang diinginkan.


Langkah Ketiga adalah mengembangkan indera perasa untuk mengetahui jenis tanggapannya dan hasil yang diperoleh dari tindakan, dan memperhatikan secepat mungkin apakah akan mendekati hasil atau menjauhinya. Anda harus tahu apa yang diperoleh dari tindakan itu, dari perbincangan ataukah dari kebiasaan sehari-hari. Kalau yang diperoleh bukanlah yang diinginkan, perhatikanlah apa yang didapat dari tindakan itu, sehingga dapat belajar dari pengalaman orang. Lalu lakukanlah!!!

Langkah Keempat adalah langkah yang dapat mengembangkan keluwesan mengubah perilaku sampai memperoleh apa yang diinginkan. Jika melihat orang yang berhasil, anda akan menyadari bahwa mereka mengikuti langkah-langkah ini. Mereka mulai dengan suatu sasaran, karena tanpa sasaran tidak akan dapat mencapainya. Mereka bertindak karena hanya mengetahui tidaklah cukup. Mereka mampu menilai orang lain, untuk mengetahui tanggapan apa yang mereka peroleh, dan tetap beradaptasi, tetap menyesuaikan, tetap mengubah
perilaku mereka sampai mereka berhasil.


--Tung Desem Waringin

Labels: ,

» Read more: back to back: Rumus keberhasilan optimal (Peak Performance)...
posted by ali maftuh,DVM @ 7:21 AM   0 comments
Saturday, December 08, 2007
papervet: Abses kulit
ABSES KULIT
Oleh: Ali Maftuh

Abses adalah terjadinya pengumpulan eksudat purulen yang terjebak di dalam rongga di bawah kulit. Kejadian abses bermula dari trauma yang diikuti masuknya bakteri. Ketika bakteri/benda asing berada dalam jaringan, terbentuklah eksudat kemudian terakumulasi, jika tidak segera diekskresikan atau di absorbsi tubuh, maka akan memicu terbentuknya kapsul fibrous yang juga sering diikuti rupturnya jaringan. Penanganan yang tertunda akan memicu terbentuknya jaringan ikat pada dinding abses, jika hal ini terjadi maka ruang abses harus diisi dengan jaringan pengganti.


Abses kulit juga bisa terjadi setelah suatu luka ringan, cedera atau sebagai komplikasi dari folikulitis atau bisul. Abses kulit bisa timbul di setiap bagian tubuh dan menyerang berbagai usia.

Ada tiga penyebab utama terjadinya abses yaitu adanya benda asing yang diikuti bakteri pyogenic. (Stapilokokkus Spp, Escerika Coli, β Hemolytik Streptokokkus Spp, Pseudomonas, Mycobakteria, Pasteurella multocida, Corino bacteria, Achinomicetes) dan juga bakteri yang bersifat obligat an aerob (Bakteriodes spp, Clostridium, Peptostreptokokkus, Fasobakterium).

Abses kulit bisa menyumbat dan mengganggu fungsi jaringan di bawahnya. Infeksi bisa menyebar, baik secara lokal maupun sistemik. Penyebaran infeksi melalui aliran darah bisa menyebabkan komplikasi yang berat.

Diagnosa ditegakkan dengan anamnesa, apakah ada trauma/infeksi sebelumnya yang secara cepat menunjukkan rasa sakit diikuti adanya eksudat tetapi tidak bias dikeluarkan. Pada pemeriksaan fisik senantiasa ditemukan luka terbuka atau tertutup, organ/jaringan terinfeksi, massa eksudat, keradangan, abses superficial dengan ukuran berfariasi, rasa sakit dan bila dipalpasi akan terasa fluktuaktif. Untuk membantu menentukan penyebabnya, bisa dilakukan pembiakan atau pemeriksaan cairan yang berasal dari luka di kulit.

Dokter bisa mengobati abses dengan menyayatnya dan mengeluarkan nanahnya. Sebelum penyayatan dilakukan, diberikan obat bius lokal (misalnya procain atau lidocain). Setalah semua nanah dibuang, luka dicuci dengan larutan garam. Kadang kantong abses yang sudah dikeringkan ditutup dengan kasa dan dibuka 24-48 jam. Kompres hangat bisa membantu mempercepat penyembuhan serta mengurangi peradangan dan pembengkakan.

Penanganan abses tergantung dari lokasi. Untuk abses yang disebabkan karena sengatan diperlukan rawat inap. Prinsip penanganannya adalah mengeluarkan eksudat, termasuk mengeluarkan benda-benda asing dari rongga abses. Eksudat dikeluarkan dengan jalan dibuat drainage. Saat rawat jalan tetap dilakukan pengeluaran eksudat dengan mengeluarkan lewat drain. Kompres hangat sangat membantu proses penyembuhan. Jika diperlukan, dipasang Ellizabeth Collar untuk menjaga agar drain tidak lepas. Pada kondisi parah, bisa saja dilakukan fluid therapy.

Anti mikrobia efektif untuk mencegah infeksi sekunder. Anti biotik spectrum luas digunakan untuk membunuh bakteri yang bersifat aerob maupun anaerob, misalnya amoxicillin, clindamycin, trimetropim/sulfadiazine, untuk kucing menggunakan doxycyclin. ). Irigasi dengan penstrep (campuran penicillin dan streptomicyn) pada penanganan awal sudah tepat karena S. aureus merupakan bakteri gram + sehingga akan mati dengan antibiotic golongan penisilin. Drain dibuat dengan tujuan mengeluarkan cairan abses yang senantiasa diproduksi bakteri, selain itu mempermudah untuk memasukkan obat (iodine) dan mencegah pertautan jaringan dengan segera sebelum abses kering atau sembuh secara sempurna.

Setelah terapi dengan pembedahan dan pemberian obat, pasien senantiasa dipantau, jika kondisinya sudah membaik, drain perlu dilepas agar tidak terjadi peradangan. Tindakan pencegahan sangat diperlukan misalnya pasien dijaga agar tidak bertarung atau terkena trauma lain.

REFERENSI:
G.C. Brander, D.M. Pugh, R.J. Bywater, W.L. Jenkins, Veterinary Applied Parmacology and Therapeutics, Educatin Low-Priced Book Shceme Funded by the British Government, 1991.

Richard W Nelson & C Guellermo, Small Animal Internal Medicine, Third Edition, Mosby.

Signe J Plunkett, DVM, “Eergency Procedures for the Small Animal Veterenarian”, W.B. Sounders Company, Philadelphia London. Toronto, Montreal, Sydney, Tokyo.

Larry P. Tilley dan Franscis W. K, Smitt, Lipincott Williams & Wilkins, The 5 Minute Veterynari Consult Canin and Felind, A Wolters Kliwer Company, Philadelpia, New york, London, Boenes aeres, Honggkong, Sydney, Tokyo.

Labels: ,

» Read more: papervet: Abses kulit...
posted by ali maftuh,DVM @ 2:06 PM   1 comments
Friday, December 07, 2007
Save animal: Titik-titik kritis animal welfare dalam pelaksanaan ibadah kurban
Titik-titik kritis animal welfare dalam pelaksanaan ibadah kurban

Idul adha atau sering disebut juga idul kurban merupakan perhelatan besar umat islam di seluruh dunia dengan perintah penyembelihan hewan kurban. Menyembelih hewan kurban selain merupakan sunnah rosul juga merupakan social responsibility kita kepada kaum papa disekitar kita. Ibadah kurban merupakan ibadah yang amat besar rahasianya, amat luas maknanya bagi siapapun yang mau mendalami maknanya.


“Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak. Maka dirikanlah salat karena Tuhanmu, dan berkurbanlah. Sesungguhnya orang-orang yang membencimu dialah yang terputus.” (Al-Kautsar: 1 — 3)

“Tidak beriman kepada-Ku seorang yang tidur malam dalam keadaan kenyang, sementara tetangganya lapar dan dia mengetahui” (HR. Bazzar dan Thabarani, Hadits Hasan)

Besarnya niatan berkurban orang-orang muslim telah memunculkan tempat dengan tukang jagal-tukang jagal baru di tempat-tempat umum seperti halaman masjid, halaman sekolah, ataupun dilapangan dan tempat terbuka lainnya dimana masyarakat menitipkan hewan kurbannya.

Kemunculan tempat dengan tukangjagal-tukangjagal baru ini bila tidak dibekali pengetahuan seperti melalui penyuluhan-penyuluhan dari instansi atau lembaga terkait dikhawatirkan akan memunculkan beberapa masalah baik masalah kesehatan (manusia dan ternak) maupun dalam hal kesejahteraan hewan (kesrawan)/animal welfare.

Ancaman-ancaman inilah yang menuntut pemerintah dalam hal ini dinas terkait maupun lembaga-lembaga keagamaan dan sosial dituntut untuk peran aktifnya dalam mencegah atau paling tidak meminimalkan munculnya masalah-masalah tersebut yang dapat mengurangi nilai-nilai ibadah umat. Dari beberapa daerah peran penyuluh telah dilakukan dengan baik, namun masih jarang yang menyentuh aspek kesejahteraan hewan (kesrawan)/animal welfare -nya. Padahal sedikit atau banyak aspek ini berhubungan secara langsung baik terhadap kesehatan seperti aspek kesehatan masyarakat veteriner (kesmavet) maupun keabsahan hewan sendiri untuk dikorbankan dalam syariat islam.

Ada dua titik kritis kesrawan/animal welfare dalam pelaksanan ibadah kurban, yaitu pengadaan hewan kurban dan pelaksanan atau pemotongan hewan kurban. Dalam hal pengadaan hewan ada beberapa titik kritis terhadap aspek kesrawan/animal welfare diantaranya ada pada saat penampungan hewan kurban.

Selama musim kurban banyak pedagang ternak bergerilya menginvasi kota-kota besar dengan membawa banyak pasukan ternak untuk memenuhi permintaan dan dahaga masyarakat kota akan pahala berkorban ataupun gengsi kurban. Pola invasi para pedagang ternak kekota ini sering tanpa persiapan tempat yang memadai sehingga tempat yang digunakan akan cenderung sempit untuk bersaing dan beradaptasi dengan hampir habisnya lahan perkotaan.

Tempat penampungan yang sempit dan mungkin sangat kotor dibandingkan jumlah ternak yang ditampung selain yang pasti akan menimbulkan ketidaknyaman yang amat sangat bagi hewan juga akan meningkatkan tingkat stress pada ternak, tingkat stres yang tinggi pada ternak akan menurunkan nafsu makan sehingga berat badan akan turun selain itu ternak yang terlalu stress akan menurunkan daya tahan ternak akan serangan penyakit. Sehingga tempat penampungan yang terlalu sempit dan juga kotor selain menurunkan aspek kesrawan/animal welfare juga dapat berpengaruh pada penurunan berat badan dan kesehatan ternak dan jika hewan tidak lagi sehat menjadikan tidak terpenuhinya syarat ternak untuk dijadikan hewan kurban.

Rasulullah saw bersabda, “Ada empat penyakit pada binatang kurban yang dengannya kurban itu tidak mencukupi. Yaitu yang picak dengan kepicakannya yang nampak sekali, dan yang sakit dan penyakitnya terlihat sekali, yang pincang sekali, dan yang kurus sekali.” (HR Tirmidzi seraya mengatakan hadis ini hasan sahih)

Selain penampungan, tranportasi ternak juga sering menjadi titik kritis. Untuk menekan biaya transport, ternak sering diangkut dalam jumlah besar sampai over capacity dengan menempuh perjalanan yang tidak dekat dan memakan waktu cukup lama. Metode pengangkutan dengan cara menumpuk ternak ini tidak jarang akan yang mencederai atau bahkan sampai mematikan ternak dalam perjalanan.

Pengangkutan yang mengacuhkan aspek kesrawan/animal welfare ini memang diharapkan dapat menekan biaya transport namun bisa juga sebaliknya merugikan pedagang ternak karena ternak yang akan diperdagangkan cedera atau mungkin juga mati. Cedera transportasi pada ternak sering terjadi pada alat gerak yang menjadikan hewan tidak dapat berjalan normal atau pincang, kepincangan pada hewan ternak menjadikan hewan tersebut tidak memenuhi syarat kurban.

Suplai makanan bisa menjadi titik kritis aspek kesrawan/animal welfare, karena kota sebagai tempat penampungan sementara bagi ternak tersebut sering kali jauh dari padang rumput sebagai sumbermakanan ternak. Maka tidak jarang pola makan ternak menjadi tidak teratur karena rumput sebagai makanan ternak tersebut didatangkan dari luar yang jauh dari kota. Perubahan poal konsumsi seperti ini selain membuat ternak kelaparan jika keadaan seperti ini sering terjadi maka akan berimplikasi pada penurunan berat badan ternak yang tentunya akan merugikan pedagang.

Dari segi pelaksanaan/pemotongan hewan kurban, pengacuhan aspek kesrawan/animal welfare sering kita jumpai diantaranya pada restrain dan perobohan hewan kurban, banyak panitia kurban yang masih awam akan hal ini sehingga seperti restrain dan perobohan hewan dilakukan secara memaksakan dan yang pasti akan sangat menyakitkan, karena sering yang mereka pikirkan adalah bagaimana hewan tersebut bisa dan mudah dipotong tanpa banyak perlawanan.

Untuk menjatuhkan ternak, khususnya ternak besar seperti sapi, kerbau atau yang lain sering digunakan teknik srimpungan atau menarik kaki sebelah kanan atau kiri kearah yang berlawanan dengan tenaga ekstra sehingga hewan akan jatuh terkapar atau lebih tepatnya terjungkal dan setelah itu secara beramai-ramai menindih diatas tubuhnya agar hewan tidak melakukan perlawanan dan dengan mudah dapat dipotong. Teknik ini selain akan sangat menyakitkan juga akan mencederai hewan. Ada beberapa cara seperti metode barley sehingga perobohan hewan akan berlangsung lebih halus dan mengurangi resiko cedera pada hewan kurban.

Titik kritis lain adalah saat pemotongan hewan menurut syariat sendiri ada beberapa syarat pemotongan hewan kurban dimana salah satunya adalah penggunan pisau yang tajam.penggunaan pisau ini selain akan meminimalkan rasa kesakitan juga akan mengoptimalkan syarat pemotongan 3 saluran (jalan nafas/hulqum, jalan darah/wadaja’in dan jalan makanan/mari’)

Pemotongan yang kurang sempurna mengurangi keluarnya darah secara maksimal dan akan menurunkan standart kesehatan masyarakat veteriner (kesmavet), dimana akan ada banyak darah yang masih tertinggal karena tidak bisa keluar maksimal dan menjadikan percepatan pembusukan karkas/daging.

Titik-titik kritis aspek kesrawan/animal welfare dalam pelaksanaan ibadah kurban baik saat pengadaan maupun pelaksanaan/pemotongan hewan kurban hanya merupakan bagian kecil dari banyaknya titik-titik kritis yang ada karena ketidaksengajaan atau memang diadakan karena ketidaktahuan maupun untuk memperoleh keuntungan yang cukup menggiurkan. Dengan memperhatikan dan menyadari akan adanya titik-titik tersebut karena Lillahita’ala semoga kita dapat menyempurnakan niat suci kita untuk melakukan ibadah kurban.
Amiiin Allahumma Amiiin....
--Ali Maftuh

Labels: ,

» Read more: Save animal: Titik-titik kritis animal welfare dalam pelaksanaan ibadah kurban...
posted by ali maftuh,DVM @ 11:36 PM   0 comments
Tuesday, December 04, 2007
back to back: "Say no"
"Say no"
Seni kepemimpinan adalah bukan tentang mengatakan "ya",
tetapi tentang mengatakan "tidak"

-- Tony Blair

Labels: ,

» Read more: back to back: "Say no"...
posted by ali maftuh,DVM @ 3:13 PM   0 comments
Google
 
About Me


Name: ali maftuh,DVM
Home: Tubanopolitan, East-Java, Indonesia
See my complete profile

myPetSally

Save 80% on pet medications

Pet-Supermarket.co.uk

Veterinary Journal
PubMed J.VetSci JVB BMC VetPathol ScienceDirect JVDI JVME JVMS JEVS AVJ
------------------
===PDF to WORD===
Veterinary e-books

vet4arab.co.cc

aahanet.org

aahanet.org

Previous Post
Powered by

BLOGGER

Add to Technorati Favorites